Showing posts with label Pekerjaan Ibu. Show all posts
Showing posts with label Pekerjaan Ibu. Show all posts

Thursday, October 31, 2024

Menata Kembali Dunia

Aku sempat berpikir apa guna dari pendidikan tinggiku yang tersemat sebagai gelar yang menempel di ijazah. Toh aku saat ini hanya di rumah saja tanpa bekerja seperti sebelum berkeluarga. Sempat mengurung diri karena merasa tidak layak untuk bergaul dengan teman-teman yang bekerja walau sudah menikah dan punya anak. Tidak sepertiku yang hanya di rumah saja.

Tapi aku sadar, karena ini adalah pilihanku. Aku dan suami juga sudah sepakat kalau tidak menggunakan jasa orang lain untuk mengurus anak kami disaat mereka belum bersekolah atau masih perlu pengawasan. Sehingga terciptalah duniaku yang hanya di rumah saja.

Apakah aku dianggap kufur nikmat jika ingin tetap punya penghasilan? Setidaknya aku mau merasakan juga punya pekerjaan seperti sebelum menikah. Ternyata, menjadi full time house wife itu tidak menyenangkan 100%. Hanya saja, ada kebahagiaan tersendiri membersamai anak-anak walau hanya berkutat di area rumah saja.

Setelah menikah 8 tahun, aku merasa beruntung memiliki suami yang cukup paham keinginanku. Dia tahu sebelum menikah dengannya aku punya lifestyle seperti apa, dia juga memahami aku ingin kemana saja selama hidupku. Banyak mimpi yang aku titipkan kepada dia jika dia menikahiku, agar bisa tetap ku wujudkan.

Banyak hal yang suamiku wujudkan, tentunya.. ada juga yang perlu ku terima sebagai akibatnya jika tidak patuh atas keinginannya. Aku bersyukur telah mengenyam pendidikan dan lulus dengan title diploma tiga juga strata satu. Karena membantuku dalam memilih mau menjadi seperti apa aku sebagai seorang ibu.

Ternyata, menjadi seorang ibu yang berpendidikan itu berguna saat anak-anak perlu arah untuk belajar. Aku bisa memilih menjadi ibu sabar, tegas, galak, lembut, dan segala bentuk ibu di mata anakku. Berkat pelajaran yang ku tempuh saat kuliah. Ada banyak pendekatan yang ku lakukan untuk tetap membersamai anak-anak. Paling penting itu, membuat aku tetap waras dalam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.

Apakah kamu juga merasakan post power syndrome sepertiku? Aku pernah mengalami masa jaya dalam pendidikan dan karirku. Sempat dropped, tapi kini ku sadar aku bukan kalah ataupun menyerah. Aku hanya tidak cepat mengambil langkah baik untuk jalan hidupku seperti ibu lainnya.

Saat ini aku mau mengatakan kalau aku bisa menjadi ibu seutuhnya dengan tingkat kesadaran penuh. Aku bisa mengimbangi kehidupanku sendiri dan keluarga. Aku sehat jasmani dan rohani. Kebetulan, aku memiliki circle yang bisa membuatku bertumbuh menjadi pribadi yang baik. Aku juga memilih komunitas untuk tempat mengembangkan diri dengan baik. Sehingga aku dapat menentukan ingin menjadi ibu seperti apa kedepannya.

Terima kasih Tuhan atas kesempatannya. Terima kasih suamiku atas kesabarannya menghidupiku jiwa dan raga, juga kedua anakku yang sabar memiliki ibu dengan tempramen tidak semestinya. Tak luput juga teman-teman dari komunitas yang telah sama-sama berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Terima kasih semua orang yang telah ada dan membuatku berkembang dengan baik seperti ini.

Oh iya, dalam tiap kesempatan aku juga berterima kasih untuk sebagian orang yang membuangku dalam pertemanan. Tanpa kalian, aku tidak tahu rasanya dipungut dan dibesarkan oleh orang-orang yang selalu ada sampai saat ini bersamaku. Kalian sangat berkontribusi atas perubahanku dan menyemangatiku untuk selalu menjadi orang baik dan berguna untuk semua kalangan bukan hanya untuk sebuah kepentingan. Terima kasih.

Wednesday, January 20, 2021

Curhat MakEmak Membasmi Tikus

Postingan kali ini mungkin kurang berfaedah ya. Karena isinya lebih ke curhatan saya sebagai ibu rumah tangga yang lagi kesal dengan makhluk hidup bernama Tikus. Kesal bukan main. Dus isi buku bacaan saya sejak remaja, habis digigit oleh dia. Oh my, kalau bukan karena kemalasan diri ini, sudah ingin ku tebar racun tikus di kamar belakang rumah tempat bersemayam buku-buku yang memang belum punya tempat untuk tinggal. 

Jika memang diizinkan, saya meminta saran kepada pembaca blog ini. Bagaimana cara membasmi tikus tapi tidak membunuhnya. Jadi cara jebak gitu lho maksudnya. Karena sebelumnya, saya dan suami sempat menjebak tikus yang ternyata menjadikan ember sebagai sarangnya. Nah, karena ember tersebut bisa ditutup, saya dan paksu menutupnya sambil bawa ke luar rumah. Lari kocar kacir lah itu tikus. Sehingga saya dan paksu tidak membunuhnya, hanya mengusir dari dalam rumah. Ternyata, setelah itu, ada lagi tikus yang berkeliaran.

Saya merasa jadi tidak bergairah tiap masuk kamar belakang yang menjadi sarang tikus yang baru. hiks. Bawaannya pengen ngomel, tapi takut jika melihat tikusnya sendirian. Mau ajak suami, beliau juga tidak mau membunuh tikusnya. Ah, serba salah...

Mohon bantuannya ya. Bagaimana cara yang efektif. Fyi, saya juga sudah menggunakan bawang-bawangan. Tapi tidak mempan. Lalu, wangi-wangian yang disemprot-semprot. Sepertinya malah membuat si tikus makin nyaman di dalam kamar. huhu

Jika memang saya sudah bisa mengusir tikus tersebut, saya akan update disini bagaimana cara saya menanggulanginya. See you...

Wednesday, December 16, 2020

Dapat Hadiah Voucher Hotel, Tapi... Bapuk!

Jadi, bulan September lalu, saya menang giveaway dari sebuah aplikasi gaya hidup berbayar. Ceritanya, sejak Mei 2020 saya mendapat hadiah produk kecantikan worth to 500k, lalu pada Juli 2020 dapat minuman kesehatan worth to 300k, nah, pada September dapat voucher hotel 200k dari sebuah situs pemesanan hotel yang mengklaim harga yang ditawarkan adalah termurah daripada situs lainnya. Validasinya paling lambat 31 Desember 2020.

Sebetulnya saya pun terlambat menyadari hadiah tersebut, saya baru tahu awal bulan November.  Itu juga karena teman ada yang bilang pernah lihat nama saya di aplikasi tersebut. Dia bilang "You selalu lucky, guys!". Alhamdulillah.

Nah, kebetulan karena saya dan keluarga saat ini sudah tinggal (lumayan) jauh dari alamat KTP. Jadi, berniatlah saya ingin mengunjungi Mertua yang tinggal di Jakarta. Sekalian liburan akhir tahun lah yaaa. Yaiyalah, gileee dapat voucher hotel masa' mau dilewatkan begitu saja. Rugi donggg!

Sudah senang dapat angin segar dari aplikasi tersebut. WOW! Lumayan nih bisa ajak mertua nginep di hotel. Karena mereka kan berdagang dari Senin-Sabtu. Nah, bisa kali liburan Sabtu-Minggu saja gitu jadi nggak ganggu jadwal dagang mereka, kan! Ya intinya dua hari ini Saya dan suami sudah itung-itung uang liburan kami untuk nginep satu malam di hotel terdekat alamat KTP kami itu.

PENTINGNYA BACA KEMBALI UPDATE DARI S&K KLAIM KODE VOUCHER!

Salah besar saya mengabaikan S&K pada saat mencoba klaim kode yang diberikan dari aplikasi yang menghadiahkan voucher tersebut. Ternyata updatenya adalah...

Voucher sejumlah 200k itu, tidak applied 200k (bulat bulat) dalam satu transaksi jika memang hotel yang dipilih tidak masuk dalam kategori yang sudah ditentukan. Jadi, bisa saja hanya terdapat potongan 54k atau 18k. Nah, nanti sisa dari potongan tersebut dapat digunakan sampai dengan jumlah potongan 200k tersebut habis.

Unfortunately, hotel yang saya ingin pesan hanya bisa klaim sebesar 54k. Jadi nanti sisa 156k nya bisa dipakai sampai 31 Desember 2020. 😔

Suami pun langsung mengurungkan niatnya untuk bermalam di hotel. Kami sepakat untuk membatalkan perjalanan kami dan mengalihkan pengeluaran tersebut ke pos lainnya.

Jadi, inti tulisan ini apa? 

KECEWA. S&K Tak Sesuai HARAPAN. 

Yaiyalah ya, kecewa itu pasti tidak sesuai harapan. Hanya saja, namanya Emak-Emak kan maunya cuan. Jadi ada cuan tipis pun senang. Tapi jujur, kali ini saya harus mengikhlaskan kode voucher tersebut hangus. Bye...

Sekali lagi saya hanya ingin mengingatkan untuk para pembaca blog ini. Tolong lebih cermat jika mendapatkan kupon. Baca Syarat dan Ketentuan dengan detail agar tidak seperti saya yang jadi kecewa karena gagal liburan akhir tahun bersama keluarga.

Monday, December 14, 2020

Awalnya Diare, Ternyata...

Hampir setengah bulan di November 2020, diisi dengan drama bolak-balik kamar mandi. Saya sebagai ibu yang (dibilangnya) nggak ada kerjaan di rumah akhirnya sibuk. Ya sibuk bolakbalik kamar mandi karena diare alias mencret-mencret. Banyak yang bilang karena kebanyakan makan masakan pedas. Paling masuk akal itu adalah masuk angin. Berdasar kepercayaan kami seumur hidup kalau sudah kerokan punggung harusnya sudah baik-baik saja. Tapi nyatanya sampai awal Desember 2020 juga masih berlanjut walau sudah ada jeda 1-2 hari normal tapi kembali lagi.

Muak dengan rutinitas seperti itu, saya mengeluhkan penyakit yang nggak enak ini di komunitas yang saya ikuti di sosial media, Halo Emak Indonesia! (HEI!). Sharing penyakit kok di komunitas emak-emak? Ya karena menurut hemat saya, komunitas ini mudah dijangkau. Berada di dalam genggaman alias ponsel dan kami sering bertukar informasi. Berharap ada sebuah solusi singkat dan bisa direalisasikan. Ternyata sebuah solusi datang di awal bulan penutup tahun ini. Sebuah botol Madu yang lagi hits di dunia perjastipan mendarat mulus di rumah saya. Dengan nama dan doa dari pengirimnya, HEI!. Speechless! Pasti. Karena harga madu ini tidaklah murah. Selain itu, doa yang singkat dan padat itu membuat saya sedikit mewek. Suami pun tak kalah bingung dan cuma bisa bilang, "Alhamdulillah ya. Semoga dengan minum madu itu, kondisi perut kamu bisa membaik." Tak putus saya bersyukur atas respon komunitas terkait penyakit yang sedang saya derita hampir sebulan belakangan.

Rutin minum madu, ternyata membuat tubuh ini membaik. Setidaknya rutinitas mengukur jarak kamar-kamar mandi, atau teras-kamar mandi tiap harinya berkurang. Tapi masih ada rasa pegal dan tidak enak di perut. Bawaannya kayak malas beraktivitas, maunya rebahan leyeh-leyeh. Tetangga pun sempat bilang, beberapa kali saya mengantar anak BIMBA, wajah saya tidak terlihat sehat. Pucat! "Mam, lagi sakit ya? Pucat kelihatannya". Tak hanya itu, ada tetangga juga yang sempat berkelakar "Bun, lagi hamil? Jangan capek-capek lah!".

Jederrrr....

Tidak terpikir sama sekali soal hamil. Benarkah? Tidak pakai waktu lama, saya langsung cek ke kalender digital pencatat menstruasi.

Voila! Selama November 2020 saya tidak menstruasi. Itu menandakan bahwa saya terlambat haid 4 minggu alias 1 bulan. Eeeaaaaa...

Nggak pakai drama, pulang antar BIMBA, saya bilang ke paksu kalau mau coba beli testpack. Lalu jalan-jalan sore lah kami ke minimarket, rencananya mau beli testpack sekalian jajan camilan. Ternyata mini marketnya lagi nggak ada stok. Beralihlah kami mencari Apotek yang sejalur dengan jalan pulang. Drama dimulai disini, tiba-tiba hujan deras. Beruntung Apotek tersebut buka dan menjual testpack dengan harga Rp 11rb. Karena Saya dan suami penasaran, akhirnya kami menerobos hujan tersebut sampai masuk ke rumah. Tahu nggak, sesampainya di teras, hujannya berhenti. Damn!

Tidak langsung cek, saya memilih istirahat dulu. Sebenarnya ingin menenangkan diri kalau-kalau hasilnya positif atau negatif. Jika positif, saya sangat senang karena memang Paksu ingin nambah anak. Nah, jika negatif, saya harus pasrah ke dokter internis alias penyakit dalam. Karena gejala yang saya alami serupa dengan alm. Mama sebelum meninggal. Jadi sebetulnya saya memang berharap bahwa saya hamil.

Penasaran hasilnya nggak?

Saya penasaran, jadi istirahat 15 menit saya langsung ambil kemasannya lalu masuk kamar mandi. Berhubung ini testpack murah meriah jadi tidak dapat cawan untuk simpan pipis. Beruntung minggu lalu saya beli tempt poop portable untuk Kanya, jadi saya pinjam deh untuk cek sticknya.

Alhamdulillah, dua garis muncul dari indikator testpacknya.

Bahagia? PASTINYA!

Bagaimana respon Paksu? Senyum senyum dan langsung telepon temannya dan tanya soal asuransi kantor karena dia mau memastikan saya cek ke dokter kandungan secepatnya. Saya pun ingin sekali konsultasi dengan dokter karena selama saya diare, saya konsumsi obat-obatan yang asal saja. Karena ingin menghentikan diare tersebut. 

Tepat 8-12-2020, saya datang ke rumah sakit terdekat yang direkomendasikan tetangga saya yang berprofesi sebagai bidan dan kebetulan beliau juga sedang hamil. Administrasi yang mudah dan saya pun ditangani dengan baik. Penjelasan dokter pun sangat jelas. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG, sudah terlihat kantung janin di dalam rahim. Alhamdulillah. Tidak putus-putus saya terus bersyukur. Oh iya, saya cek ke rumah sakit sendirian saja. Karena pagi hari, Kanya belum bangun dan Paksu harus menemani anak perempuannya itu kalau tidak bisa terjadi perpecahan di gang rumah saya karena teriakannya yang menggelegar (rada treble).

Penasaran nggak sama diarenya?

Tidak ada diare sampai hari saya menulis cerita ini di blog. Hebat yaaa! Haha Saya pun bersyukur, karena sudah tidak ada diare yang mengajarkan saya mendapat posisi (agak) enak di atas jamban dengan nyender ke tembok. Aah! 

Sempat terpikir, kalau sebetulnya diare itu kode dari si bayik: Hei mama, aku ada disini lho. Hati-hati jangan asal makan ya, nanti aku sakit huhu.. Karena jujur saja, saya sempat minta beliin nanas madu kepada Paksu, tapi tidak pernah dibelikan. 

Sehat sehat ya sayangnya, Mama. Sampai ketemu 8 bulan lagi...

Sunday, May 31, 2020

IRT Juga Harus Update Berita, Dong!

Sejak berhenti kerja sebagai kontributor di media komunitas pada pertengahan 2017, saya jarang membaca atau menonton berita. Apalagi sempat merasa tidak berguna sebagai lulusan sarjana ilmu komunikasi yang akhirnya stay at home.


Kalau kata tante dan mertua, perempuan yang sudah menikah dan punya anak itu nasibnya ya balik ke dapur urus rumah tangga. Mau sekolah tinggi juga paling cuma nambah gelar saja di depan atau belakang nama. Sehingga, saya sempat termakan ucapan tersebut dan minder mau berbuat apa dalam kehidupan sehari-hari.


Untungnya saya tak lama bermuram durja. Bersyukur saya punya suami yang sigap menjaga kewarasan istrinya. Dia mengizinkan saya untuk mengikuti saringan CPNS 2017-2018-2019. Menurut dia, kalau saya merasa mampu untuk mengurus keluarga sambil bekerja, kenapa tidak dilakukan. Setidaknya, jika saya berkerja saya dianggap akan dapat hiburan diluar rumah dan kembali bahagia saat di rumah lalu berkumpul dengan keluarga.


Alhamdulillah, awal saya coba CPNS di 2017, lolos di tahap pemberkasan online. Hanya saja, saya kurang teliti melihat jadwal pengumpulan berkas fisik. Sehingga saya terlambat menyadari kalau saya lolos dan harus kumpulkan berkas. Saya sadarnya, saat sudah masuk di hari terakhir harus datang ke lokasi yang ditentukan. Jadi, bye bye deh kesempatan saya jadi calon pekerja yang digaji rakyat.


Belajar dari pengalaman, akhirnya saya mulai fokus cari informasi terkait CPNS dari situs berita yang ada di Indonesia. Saya memantau sejumlah media online besar terkait isu CPNS. Saya  bookmark sejumlah website media online di browser laptop dan ponsel. Lalu saya juga download aplikasi kantor berita yang memiliki peramban lunak.


Salah satu situs yang menurut saya kompeten dan jelas dalam menuturkan info dan berita tentang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ya kumparan.com . Saya mengetahui cara registrasi, info instansi pemerintah apa saja yang membuka lowongan, sampai jadwal batas akhir dan pengumuman lolos tiap instansi. Saya senang sekali memantau berita update dari Kumparan.


Sampai akhirnya, tiap pagi dan malam hari menjadi jadwal saya sarapan berita dari situs kumparan.com . Fokus saya membaca berita tidak hanya mengenai CPNS. Tapi jadi membaca kanal lainnya. Di CPNS 2019, saya gagal di tes CAT. Nilai saya lolos tes tapi hanya masuk peringkat 20 besar. Sedangkan yang diterima 3 terbaik.


Suami saya terus mendukung kebiasaan saya yang terus memantau berita. Menurut dia, saya tetap harus update tentang apa saja. Sehingga tidak seperti katak dalam tempurung. Hanya berkutat di rumah dengan obrolan seadanya tanpa informasi terbaru tentang kota, dalam dan luar negeri. Setidaknya saya disadarkan olehnya, kalau saya punya potensi untuk punya kesibukan dirumah walau tidak berstatus pegawai kantoran.


Oh iya, saya juga mau menjelaskan keterlibatan kumparan dalam hidup saya setelah saya gagal CPNS 2019. Akhinya saya join jadi temankumparan. Saya ikut whatsapp grup dengan tema MOM, Travel, dan Tekno. Ya! Tiga kanal tersebut sangat menarik untuk diikuti.


Sebagai ibu dari satu anak, saya perlu informasi terkait MOM. Travel sangat saya sukai karena sudah lama sekali saya ingin berkeliling dunia. Setidaknya, dengan membaca saya jadi tahu di daerah tersebut ada potensi alam apa. Lalu kanal tekno, sangat saya gemari. Apalagi jika membahas software baru atau ponsel anyar. Wah ini sangat penting untuk pembahasan saya dan suami saat pillow talk.

Saturday, April 25, 2020

Pengalaman Urus Anak Idap Bronkopneumonia (1)

Tema kali ini berkaitan dengan kondisi yang dirasakan manusia di Bumi. Serangan dari Virus SARS-COV 2 ini membuat semua belahan dunia panik. Saya tidak mau turut pusing dengan pembahasan pandemi ini bagian dari Teori Konspirasi yang direncanakan oleh sekelompok orang berpengaruh kuat. Intinya, saya cuma berharap kondisi dunia membaik.

Saya sendiri sudah cukup pusing mengurus anak saat Januari 2020. Harusnya kami bisa liburan untuk merayakan ulang tahun ketiga dengan suka cita. Tapi kami harus melakukan hal yang sebaliknya. Anak saya harus dirawat di rumah sakit karena diagnosa bronkopneumonia. Panik bukan main karena gejalanya menurut saya tiba-tiba. Sekarang, saya cerita tentang pengalaman saya merawat anak saya ya. Jujur, menurut saya gejalanya mirip dengan Covid19/

Berawal dari anak yang malas bangun tidur pagi pada hari Minggu (05/01/2020). Biasanya dia semangat untuk nonton kartun sesuai jadwal tayang. Diajak main bola dan berlari juga tak semangat dan lebih banyak diam dan duduk. Makan juga tidak napsu. Memilih makanan, tapi sesudah diambil dan disuapi hanya makan satu atau dua suap. Saya pikir dia lagi Gerakan Tutup Mulut (GTM), tapi melihat dia meminta bukanlah GTM.

Awalnya saya tidak merasa ada yang aneh karena dia masih biasa berceloteh dan bermain puzzle atau masak-masakan. Meminta saya menjadi partner mainnya. Hanya saja saya melihat anak saya malas gerak, hal itu mengidentifikasi dia tidak baik-baik saja. Benar saja, siang hari mulai demam dengan suhu diatas 38 derajat celcius. Semakin memburuk sampai hari Selasa. Saya paksakan datang ke dokter spesialis anak subbidang neurologi. Karena anak saya pada senin malam sempat panas mencapai 40. Saya takut syarafnya kena karena suhu yang terlalu tinggi.

Setelah dari dokter, hasil darahnya menandakan dia ada infeksi virus dan bakteri. Bukan Dengue atau Typhus. Karena semuanya saya minta periksa, padahal saat itu asuransi kesehatan dari kantor suami sedang bermasalah. Amplop uang darurat mau tidak mau harus terbuka dengan aliran yang besar. Tapi balik lagi, urgensi seperti inilah gunanya si uang darurat.

Dokter hanya bilang, anak saya harus banyak istirahat, tidak ada radang, berarti dia bisa makan apa saja tanpa pantangan. Diberi obat dan disarankan untuk kembali dalam tiga hari jika tidak membaik. Malam hari, anak saya masih demam tapi tidak tinggi.

Pagi di hari Rabu, satu-satunya yang dimakan anak saya dari hari Minggu tidak makan normal adalah Ayam Golden Aroma dari A&W. Dia lihat iklan yang menayangkan ayam tepung. "Ma, aku mau Ayam." Langsung saya cari pilihan pesan makan dari aplikasi ojek online. Paling dekat ya si A&W, tak sampai 15 menit ayam datang, anak saya makan semuanya dari kulit sampai daging dan sisa sedikit saja daging yang menempel di tulang. Senang bukan main. Badannya juga terlihat lebih fit. Kami bermain di luar rumah, berlarian. Tapi masih lemas. Malam hari, suhunya mencapai 40,3 derajat celcius. Anak saya sudah tidak respon saat saya bangunkan. Sesekali dia terlihat seperti kaget dan sek-sekan (seperti sesak efek menangis tersedu-sedu). Suami saya sudah merasa ini hal yang tidak beres dia segera beli Ibuprofen Supp. Suhu badan langsung turun.

Kamis pagi, normal seperti tidak ada apa-apa semalam. Dia bangun pagi, tapi terlihat matanya sayu. Saya suapi telur ceplok dia mau sampai 2 suap saja. Lalu lanjut tidur saat menonton kartun kesayangannya.

Sampailah saya di Jumat, hari ketiga dari visit dokter. Keadaan anak saya memburuk. Sangat tidak biasa responnya saat saya ajak ganti diapers dan baju karena suhu badannya yang tinggi menyebabkan keringat terus membasahi bajunya. Sudah lapor ke suami, dia bilang oke untuk bawa lagi ke dokter. Kami sebelumnya sepakat untuk meminta dokter merawat anak kami di rumah sakit. Minimal ada asup makanan yang masuk ke tubuhnya karena lemas sejak Kamis siang.

Benar saja, malam itu anak saya tidak merespon semua pertanyaan dari dokter. Terlihat lemah dan lesu sekali. Dokter meminta saya dan suami untuk bawa anak ke lab untuk periksa darah lagi. Kali ini list  yang harus diperiksa banyak sekali. Saat sudah ambil darah dan menunggu hasil. Suami berinisiatif mengajak saya makan di foodcourt. Kebetulan sekali ada gerai A&W (fast food favorit saya sejak kecil). Ponsel saya berdering, dokter menelpon agar saya segera kembali ke ruangannya tanpa harus membawa hasil lab. Suami yang sedang menunggu pesanan makanan meminta saya pergi lebih dulu ke ruang poli anak.

Agak kaget sebetulnya, dokter tersebut meminta anak saya untuk rawat inap. Lalu menjadwalkan untuk rekam thorax. Ia menduga anak saya mengidap bronkopneumonia. Dia bilang penyakit itu sedang menjadi perbincangan antar dokter di beberapa rumah sakit dan tidak hanya di Indonesia. Jujur saya dan suami juga tahu soal pneumonia Wuhan yang ciri-cirinya hampir sama dengan anak saya.

Tak pakai lama, saya dan suami setuju untuk rawat inap. Suami juga sudah siap meminta surat jaminan rawat inap dari kantornya. Jadi, suami langsung mengurus administrasi dengan segala drama uang jaminan rawat yang kami lupa bawa. Bermalamlah malam itu saya di rumah sakit. Suami saya tidak menginap karena ruang rawat yang tidak memungkinkan untuk dua penjaga pasien.

Sabtu pagi, saya dan suami mengantar si anak periksa ke laboratorium radiologi. Lalu hasil radiologi dikirim ke ruang rawat inap pada malam hari, sehingga saat dokter visit ke ruangan hasilnya belum bisa dilihat. Kondisi anak saya memang lebih baik. Tapi masih lemas dan batuk yang sesekali berbunyi 'mengik'.

Minggu pagi, dokter datang membawa foto thorax. Saya dan suami pun mendengarkan diagnosa dokter. Fix, anak saya mengidap bronkopneumonia. Terdapat flek putih di bagian batang paru-parunya. Jujur, saya sempat shock saat mendengar hal itu. Dokter bertanya beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan outdoor kami selama satu bulan terakhir. Ia menyarankan anak saya untuk rawat inap sampai hari Selasa. Alasannya agar bisa terpantau dan bisa di nebu untuk mengencerkan slem yang ada di paru-paru tersebut.

Seingat saya, dokter tidak meresepkan antibiotik. Vitamin dan beberapa obat saja, salah satunya obat batuk hitam. Saran dari dokter hanya jaga kondisi si anak jangan sampai drop lagi. Jadi di rumah sakit ya cuma numpang tidur, makan dan minum dengan jadwal yang sudah ditentukan.


Thursday, April 23, 2020

Urus Anak? Siapa Yang Pusing?

Setelah tiga tahun mengurus anak sendiri, akhirnya saya tahu sulitnya mama mengurus saya. Tidak banyak pilihan untuk orang lain mengurusnya karena saya sudah sah menjadi full-time mom. Jadi tidak mungkin saya pekerjakan orang lain, karena saya saja tidak punya pekerjaan tetap. Alhasil ya saya kerja serabutan sekaligus mengurus anak.

Perdana jadi ibu, drama kumbara juga terjadi pada saya. Kesulitan berkomunikasi dengan suami, jadi makan tiap hari dan waktu. Bawaannya mau gigit dan garuk-garuk tembok kalau lihat suami santai di rumah. Pengennya berbagi pekerjaan rumah saja. Padahal dari awal kami menikah sudah tahu tabiat masing-masing. Kebetulan suami saya bukan tipe yang aktif mengerjakan pekerjaan rumah. It's a fact. Tapi dia rajin mengirim uang ke rekening saya kalau melihat istrinya cemberut karena kurang tidur. Haha Nggak jadi marah deh sama dia. (Love You, Sayang!)

Oh iya, pertama kali anak sakit juga kami berdua pusing. Bukan cuma saya yang tiap hari bersama si anak, suami pun turut bingung antara pergi bekerja di kantor atau bekerja mobile sambil menemani saya mengurus si anak hingga membaik. Beruntungnya, suami saya bekerja di bidang kreatif yang (terkadang) tidak mempermasalahkan dia bekerja darimana (tapi harus sedia laptop dan sambungan  lancar internet). Intinya sih yang penting menghasilkan cuan walau tak ke kantor. Jadi, dia tetap bersama saya walau tetap bekerja di depan laptop. Setidaknya kehadirannya selalu ada walau kadang bikin kesel (dikit saja kok).

Hari pertama anak saya di rawat lagi di rumah sakit setelah extend 3 hari setelah saya sudah boleh pulang dari ruang rawat bersalin itu, si bocil usia 10 hari. Kebayang kan paniknya kayak apa waktu itu. Baru jadi emak-emak dengan drama per-susu-an. Galau mau kasih susu formula atau full ASI. Eh, si bocil malah sakit yang harus di opname.

Gagal sudah mau foto cantik si anak untuk upload di Instagramnya dia yang saya sengaja buat 10 jam setelah melahirkan. Buyar semua rencana emak emak gatel pengen belanja perintilan ini itu yang unyu, eye catching, dan makan enak untuk nyemil (eh).

Intinya, pengalaman saya ini cuma untuk sharing. Saya bersyukur punya suami yang selalu ada. Walau kadang tidak tanggap bantuan, tapi kalau diminta dia tidak bawel. Dia tahu bagaimana memperlakukan saya sebagai istrinya. Walau kadang suka bikin saya nangis karena salah paham. Dia juga cepat minta maaf dan membelikan saya something yang memang idaman saya.

Kelihatannya saya gampang banget dibujuk rayu ya. Hehe kebetulan sih emang iya. Senang saja jadi orang yang nggak ribet. Walau terkadang pemikiran saya dan suami tak sejalan. Kami tetap saling support. Tiap ada kesempatan juga masih sering cuddling kok. Waktu si anak under 6 month itu rewelnya minta ampun, kami juga ada drama kalau lagi kangen berduaan. Saat saya capek, dia semangat. Saat saya sudah siap, dianya sudah merem. Kalau diingat lagi, kesel sih. Tapi ya sudahlah, saat ini kami sudah sadar kok. 

Akhirnya saya bisa mengucapkan kalau saya senang bisa mengurus anak saya. Walau tidak bekerja di kantor, saya masih bekerja selama 6 bulan dari rumah setelah lahiran. Setidaknya income saya masih lumayan untuk jajan makanan dan dapat komentar dari mertua "Jajan lagi?". Saya tidak menjawab tapi suami saya yang nyengir-nyengir di depan orang tuanya.

Oh iya, dari pemaparan saya diatas, terlihat kan kalau porsi suami dan istri saat mengurus anak itu sama. Galaunya emak dan bapak itu sebetulnya sama. Beda di sikap tegar. Saya sebagai ibu lebih menye-menye sih sebetulnya. Tiap saya sedih dikit mewek sampe sesenggukan. Saya melihat suami malah ikutan panik karena melihat istrinya nangis. Akhirnya, dia terlihat tidak fokus dengan kerjaannya. Setelah tiga tahun jadi ibu beranak satu, saya tidak lagi menangis saat anak saya sakit. Saya pura-pura kuat. Walau sedih sih melihat si anak tiap tahun ada saja presensi di ruang rawat rumah sakit.

Saya jadi mellow nih. Sudah dulu ya. Tapi sudah jelas kan ya, tidak ada orang tua yang tidak pusing saat mengurus anak. Suami atau Istri yang bekerja juga pasti pusing memecah konsentrasi saat mengurus anak dan pekerjaannya dalam satu waktu. Banyak-banyak bersyukur dengan apa yang sudah kita punya juga bisa jadi refleksi tiap ada waktu luang. 

Tuhan selalu punya rencana yang baik untuk ummat-Nya. Saya percaya itu.

Tuesday, April 21, 2020

Serba Serbi Cari Uang Dari Rumah

Halo, salam kenal. Sebetulnya saya sudah lama berkecimpung dalam dunia blog. Hanya saja belum berani publish seperti para blogger lainnya. Awalnya, tidak ada keinginan saya untuk mencari uang dari menulis di media sosial. Semua just sharing. Hanya saja, semakin tua umur saya dan kesempatan bekerja semakin kecil. Mau tidak mau saya mulai menggeluti hobi saya di rumah. Kutak katik ponsel, cari foto menarik lalu iseng edit pakai beberapa aplikasi agar eye catching.

Saya tidak akan bercerita jaman kejayaan saya mencari uang sendiri sebelum menikah. Karena menurut saya itu akan sama saja dengan orang lainnya. Lulus kuliah, coba apply pekerjaan sana-sini lalu di interview dan disuruh menunggu panggilan berikutnya. Lalu setelah HRD menelpon dan nego gaji, mulai bekerja. Kadang bagai kuda, kadang juga bak puteri tidur yang menikmati waktu libur dan tidak diganggu nomor telepon kantor yang menanyakan kapan saya akan kirim kerjaan agar masuk kuota harian.

Jadi, setelah menikah saya tidak memiliki pekerjaan tetap seperti sebelumnya. Kantor saya memberikan dispensasi saat saya hamil untuk bekerja dari rumah. Lalu tak lama anak saya lahir, kantor saya pindah dan tutup kuota untuk pekerja di Jakarta. Selesai sudah karir saya.

Uang transferan dari suami sudah lebih dari cukup dari pengeluaran saya per bulan. Hanya saja ada beberapa pengeluaran yang kayaknya lebih enak dikeluarkan dari kantong sendiri bukan dari orang lain walau itu memang hak saya menerima nafkah dari suami.

Semenjak kelahiran anak, saya jetlag. Ibu dan Bapak mertua punya kesibukan di warung mereka. Saya sempat terpikir untuk berdagang juga. Tapi saya tidak punya ilmu dagang. Walau Papa dan Mama dulu sempat punya warung makan, saya tidak banyak belajar dari mereka karena saat itu terlalu kecil dan tidak tertarik buka warung juga.

Akhirnya, saya putuskan untuk mencari pekerjaan dari menulis. Ya! Saya mulai bergabung dengan whatsapp atau telegram group terkait ibu-ibu produktif. Mulai dari kesamaan hobi, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan pertama saya setelah 4 bulan jobless.

Pekerjaan pertama saya adalah menulis artikel disebuah situs yang ditujukan untuk audiens perempuan. Situs tersebut ingin launching tapi belum punya konten. Jadi merekrut 100 ibu untuk menulis tentang parenting atau lifestyle. Untuk bayaran per orang dengan satu artikel sebesar Rp 100rb. Terlihat kecil jika dibandingkan gaji saya sebelumnya dan transferan dari suami. Tapi saya senang bukan main. Pekerjaan ini menjadi semangat untuk diri saya yang masih ingin berkarir dengan hobi dan menggunakan salah satu dari keahlian saya. Setidaknya ilmu selama saya kuliah bisa terpakai walau dengan bayaran seadanya.

Sayangnya, laptop suami yang saya gunakan untuk mencari pekerjaan lainnya rusak di bagian keyboard. Ambyar lah cita-cita saya memiliki quality time dengan laptop tersebut. Susah sekali bekerja menggunakan ponsel. Saya vakum dari dunia tulis menulis.

Tak hanya karena laptop rusak. Kesehatan anak saya juga perlu perhatian khusus. Obrolan emak-emak di Whatsapp group menjadi teman saya sehari-hari. Ikut diskusi dan event kuliah whatsapp. Lalu ada seorang teman yang bertanya "Mengapa kamu tidak mencari uang dari Instagram?".

Saya bingung maksud dari kalimat teman saya itu. Dia merasa, followers saya di Instagram terus bertambah karena banyak teman atau orang lain yang suka dengan foto atau informasi yang saya posting. Oh! Akhirnya saya mengerti maksud teman saya. Influencer itu datang karena disukai orang lain atas postingan yang bermutu. Kualitas dari tulisan di caption atau foto yang enak dipandang. Itulah kuncinya.

Karena sudah diberitahu akan hal itu, saya mulai merapikan feed instagram saya. Foto-foto saya re-upload dengan watermark copyright. Alasan saya melakukan hal itu karena tidak ingin ada yang menyalahgunakan postingan saya dikemudian hari. Setidaknya saya mulai menghargai hasil karya saya sendiri.

Sebelumnya, saya jarang memberikan apresiasi pada diri saya karena merasa useless. Tidak banyak berguna untuk orang lain. Tapi dengan berekspresi di sosial media dengan watermark atas nama sendiri, saya makin percaya diri.

Perkumpulan yang saya ikuti di Whatsapp group mulai berkembang. Tawaran menjadi campaign buzzer pun mulai datang. Seiring bertambahnya follower, pekerjaan ini semakin menarik. Akhirnya, jadilah saya sekarang. Mulai merapikan feed, menulis caption dengan baik akhirnya saya lakukan. Bukan untuk mencari uang saja. Kali ini saya ingin memberikan value dari branding diri saya sendiri.

Demikian cerita saya kali ini, untuk menulis dan cerita panjang memang tetap blog menjadi jawabannya. Saya sangat suka menulis pengalaman hidup. Mungkin nanti saya akan mulai menulis tentang keuangan dan parenting.

Semoga tulisan saya bisa diambil hikmahnya ya. Enjoy!

Secarik Kisah Makan Siang di Kebon Jati