Aku sempat berpikir apa guna dari pendidikan tinggiku yang tersemat sebagai gelar yang menempel di ijazah. Toh aku saat ini hanya di rumah saja tanpa bekerja seperti sebelum berkeluarga. Sempat mengurung diri karena merasa tidak layak untuk bergaul dengan teman-teman yang bekerja walau sudah menikah dan punya anak. Tidak sepertiku yang hanya di rumah saja.
Tapi aku sadar, karena ini adalah pilihanku. Aku dan suami juga sudah sepakat kalau tidak menggunakan jasa orang lain untuk mengurus anak kami disaat mereka belum bersekolah atau masih perlu pengawasan. Sehingga terciptalah duniaku yang hanya di rumah saja.
Apakah aku dianggap kufur nikmat jika ingin tetap punya penghasilan? Setidaknya aku mau merasakan juga punya pekerjaan seperti sebelum menikah. Ternyata, menjadi full time house wife itu tidak menyenangkan 100%. Hanya saja, ada kebahagiaan tersendiri membersamai anak-anak walau hanya berkutat di area rumah saja.
Setelah menikah 8 tahun, aku merasa beruntung memiliki suami yang cukup paham keinginanku. Dia tahu sebelum menikah dengannya aku punya lifestyle seperti apa, dia juga memahami aku ingin kemana saja selama hidupku. Banyak mimpi yang aku titipkan kepada dia jika dia menikahiku, agar bisa tetap ku wujudkan.
Banyak hal yang suamiku wujudkan, tentunya.. ada juga yang perlu ku terima sebagai akibatnya jika tidak patuh atas keinginannya. Aku bersyukur telah mengenyam pendidikan dan lulus dengan title diploma tiga juga strata satu. Karena membantuku dalam memilih mau menjadi seperti apa aku sebagai seorang ibu.
Ternyata, menjadi seorang ibu yang berpendidikan itu berguna saat anak-anak perlu arah untuk belajar. Aku bisa memilih menjadi ibu sabar, tegas, galak, lembut, dan segala bentuk ibu di mata anakku. Berkat pelajaran yang ku tempuh saat kuliah. Ada banyak pendekatan yang ku lakukan untuk tetap membersamai anak-anak. Paling penting itu, membuat aku tetap waras dalam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.
Apakah kamu juga merasakan post power syndrome sepertiku? Aku pernah mengalami masa jaya dalam pendidikan dan karirku. Sempat dropped, tapi kini ku sadar aku bukan kalah ataupun menyerah. Aku hanya tidak cepat mengambil langkah baik untuk jalan hidupku seperti ibu lainnya.
Saat ini aku mau mengatakan kalau aku bisa menjadi ibu seutuhnya dengan tingkat kesadaran penuh. Aku bisa mengimbangi kehidupanku sendiri dan keluarga. Aku sehat jasmani dan rohani. Kebetulan, aku memiliki circle yang bisa membuatku bertumbuh menjadi pribadi yang baik. Aku juga memilih komunitas untuk tempat mengembangkan diri dengan baik. Sehingga aku dapat menentukan ingin menjadi ibu seperti apa kedepannya.
Terima kasih Tuhan atas kesempatannya. Terima kasih suamiku atas kesabarannya menghidupiku jiwa dan raga, juga kedua anakku yang sabar memiliki ibu dengan tempramen tidak semestinya. Tak luput juga teman-teman dari komunitas yang telah sama-sama berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Terima kasih semua orang yang telah ada dan membuatku berkembang dengan baik seperti ini.
Oh iya, dalam tiap kesempatan aku juga berterima kasih untuk sebagian orang yang membuangku dalam pertemanan. Tanpa kalian, aku tidak tahu rasanya dipungut dan dibesarkan oleh orang-orang yang selalu ada sampai saat ini bersamaku. Kalian sangat berkontribusi atas perubahanku dan menyemangatiku untuk selalu menjadi orang baik dan berguna untuk semua kalangan bukan hanya untuk sebuah kepentingan. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment